|
Nama: Agus supianto
Nim: TIF 141001
|
|
A.
Pokok-pokok Liberalisme
Ada
tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan
Hak Milik (Life,
Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber
dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
1. Kesempatan
yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia
mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi
dan kebudayaan.
Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan
persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya
masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah
suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
2. Dengan
adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi,
kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan
persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme
individu.( Treat the Others Reason Equally.).
3. Pemerintah
harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh
bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak
rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
4. Berjalannya
hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi
pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana
seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan
mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan
terhadap hukum
tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum,
dan persamaan social.
5. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah
individu.(The Emphasis of Individual).
6. Negara
hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu
mekanisme yang digunakan untuk.
tujuan-tujuan
yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal
Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi
dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha
yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
7. Dalam
liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat
dari John
Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan
itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah
berubah.
B.
Dua Masa Liberalisme
Liberalisme
adalah sebuah ideologi
yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme
Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16.
Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan
berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu
saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai
dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah
hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada
tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa
Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu
dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan
berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham,
yakni demokrasi (politik)
dan kapitalisme (ekonomi).
Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah
kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi
ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
1.
Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan
Perkembangan Liberalisme Klasik.
Tokoh yang memengaruhi
paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun sampai taraf
perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan
dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.
Gerakan
Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan
penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik
Roma..
Pada saat itu keberadaan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kebebasan,
yang ada hanyalah dogma-dogma agama serta dominasi
gereja. Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang
dari otoritasnya semula. Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak
boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan
ilmu pengetahuan sekalipun. Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak –
misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi
agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan
manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya
timbul sebuah reformasi gereja
(1517) yang menyulut kebebasan dari para individu yang tadinya “terkekang”.
Kedua
tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan
konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of
Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran
yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal,
konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda.
Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu
pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin
hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu
masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi
hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa).
Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat
bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya
kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan
diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh
penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga
tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. Sehingga, mereka memiliki bentuk
akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat
akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional.
Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan
pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya
Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu)
meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara.
Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu
sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau
hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa
pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis.
Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh
pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah
tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas
hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu
pemikir ekonomi klasik adalah Adam
Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan
ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga
kelompok pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari
falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang
faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan
harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan negara yang mendukung
kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya,
segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan
manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.
2.
Relevansi kekuatan Individu Liberalisme
Klasik dalam Demokrasi dan Kapitalisme.
Telah
dikatakan bahwa setidaknya ada dua paham yang relevan atau menyangkut
Liberalisme Klasik. Dua paham itu adalah paham mengenai Demokrasi
dan Kapitalisme.
a) Demokrasi
dan Kebebasan.
Dalam
pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi
dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya
demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada
hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak
asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme
atau negara totalitarian yang menindas.
Jelaslah
bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang
melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab,
dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam
demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak
asasi manusia yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi
mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman
yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan
penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan
Rakyat.
b) Kapitalisme dan Kebebasan.
Tatanan
ekonomi memainkan peranan rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di
satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari
kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri
menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang
sangat yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya
ada dua cara untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi.
Cara pertama ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan –
tekniknya tentara dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah
kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama
kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka
ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran
adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi
terbukti bahwa kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran
liberal.
C.
Referensi
1.
Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu
etika sosial yang menganjurkan kebebasan dan kesetaraan secara umum." -
Coady, C. A. J. Distributive Justice, A Companion to Contemporary
Political Philosophy, editors Goodin, Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell
Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk
mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik
yang tertinggi."- Lord Acton
2.
Sukarna. Ideologi : Suatu Studi Ilmu
Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.
Oxford
Manifesto dari Liberal International: "Hak-hak dan kondisi
ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak
terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang
dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened)
dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui
surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan
pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.
Diksi ini didapat pada saat mengikuti acara
perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik Barat, FISIP UI.
5.
Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007).
6.
Deliar Noer. Pemikiran Politik di Negeri
Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar