BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Meskipun perkawinan telah terpenuhi seluruh rukun dan
syarat yang ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena masih
tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah terlepas dari gejala
hal yang menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga dengan larangan
perkawinan.
Yang dimaksud dengan larangan perkawinan dalam bahasa ini
adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan. Yang dibicarakan
disini ialah perempuan-perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini seorang
laki-laki, atau sebaliknya laki-laki mana saja yang tidak boleh mengawini
seorang perempuan. Keseluruhan diatur dalam Al-Qur’an dan dalam hadist Nabi.
Larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya
dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun laki-laki dan perempuan
itu tidak boleh melakukan perkawinan. Larangan dalam bentuk ini disebut mahram
muabbad.
Adapun salah satu contoh dalam mahram muabbad diantaranya adalah
perkawinan saudara sepersusuan. Dimana pernikahan ini telah jelas diharamkan
oleh syar’i karena sebab-sebab tertentu yang akan membawa mudharat yang lebih
besar sehubungan pula dengan pertalian nasab.
B.
TUJUAN MASALAH
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah mencegah adanya
perkawinan sepersusuan yang diharamkan oleh syari’at Islam.
Pencegahan perkawinan adalah menghindari suatu perkawinan
berdasarkan larangan hukum Islam dimana juga telah dituangkan dalam
perundang-undangan. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau
istri yang akan melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum Islam yang termuat
dalam pasal 13 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan dapat dicegah,
apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat melangsungkan perkawinan.
Demikian juga yang terungkap dalam pasal 60 Kompilasi Hukum Islam. Pencegahan
perkawinan dimaksud adalah.
1. Pencegahan
perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang dialarang hukum
Islam dan peraturan perundang-undangan,
2. Pencegahan
perkawinan bila calon suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan
menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.
C.
PENGERTIAN
Yang dimaksud hubunagn sepersusuan adalah bila seorang
anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu perkawinan itu menjadi
darah daging dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang eanyusukan
itu telah seperti ibunya. Ibu tersebut menghasilkan susu karena yang disebabkan
hubungannya dengan suaminya, sehingga suami perempuan itu sudah seperti ayahnya
sebaliknya bagi ibu yang menyusukan dan suaminya anak tersebut sudah seperti
anaknya.
Demikian pula anak
yang dilahirkan oleh ibu itu seperti saudara dari anak yang menyusu kepada ibu
tersebut, selanjutnya hubungan susuan sudah seperti hubungan nasab.
Jika sudah begitu juga akan berpengaruh terhadap anak
jika akan menikah dengan saudara sepersusuannya karena hukum islam telah
mengharamkan begitu pula dengan hukum negara yang turut serta melarang
perkawinan ini.
D.
BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis akan membahas seputar hukum
Islam terhadap perkawinan karena pertalian sepersusuan, banyaknya kadar susu
yang diminum, batasan umur anak yang menyusu sehingga adanya hubungan persusuan
hingga hukum bank susu modern.
BAB II
PEMASALAHAN
A.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
Hukum Islam bagi seorang anak yang menyusu terhadap keluarga wanita yang
menyusui?
2. Berapa
banyak kadar susu sehingga seseorang dilarang (haram) menikah dengan saudara
sepersusuannya?
3. Berapa
batasan umur anak yang menyusu sehingga adanya hubungan persusuan?
4. Bagaimana
hukum menggunakan peralatan untuk mengambil ASI?
5. Bagaimana
hukum dari bank susu modern ?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Hukum Islam terhadap perkawinan saudara
sepersusuan:
Haramnya menikah antara saudara sepersusuan jelas sekali yaitu
berdasarkan AlQur’an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman dalam wanita-wanita
yang haram dinikahi.
وَأُمَّهَا تُكُمُ الَّ تِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ
Diharamkan
mengawini ibu-ibu yang menyusukan kamu dan saudara-saudara sepersusuan dengan
kamu.
Rasulullah SAW bersabda, Apa yang diharamkan karena
adanya hubungan kelahiran, haram pula karena hubungan persusuan. (HR.Muslim)
Didalam riwayat lain, Persusuan menyebabkan menjadi
mahram (diharamkan untuk menikah) sebagaimana hubungan kelahiran. (HR.Muslim)
إنَّهَا لاَ تُحِل لى
إنَّهُا أَخِى مِنَ الرّضاعة، يَحْرَمُ من الرضاع مَا يُحْرمُ من النَّسَبْ
Perempuan
itu tidak boleh saya nikah karena dia adalah saudaraku sepersusuan . Diharamkan
karena hubungan susuan mana-mana yang diharamkan karena hubungan nasab.
Serta ayat yang terkandung dalam surat An-Nisa
ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ
وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي
حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا
دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ
مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ
سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23)
Artinya:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
(Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mulaika r.a. ): Uqbah bin Harits r.a. : berkata bahwa ia
menikah dengan anak perempuan Abi Ihab bin Aziz. Tak lama kemudian seorang
perempuan menemuinya dan berkata; “akulah yang menyusui Uqbah dan perempuan
yang dinikahinya”, Uqbah berkata kepadanya, “aku tidak tahu, kamu telah
menyusuiku dan kamu tidak mengatakannya kepadaku”, kemudian dia pergi menemui
Rasulullah SAW di Madinah, dan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang itu,
Rasulullah SAW menjawab, “bagaimana dapat kamu (tetap memperistrinya), padahal
telah dikatakan kepadamu (bahwa ia adalah saudara sesusuanmu)” kemudian Uqbah
menceraikan istrinya, dan kemudian istrinya menikah dengan orang lain.
Umat telah sepakat
tentang kepastian haram antara yang menyusu dengan wanita yang menyusukan. Anak
yang menyusu hukumnya berubah menjadi anak dari wanita yang menyusukan.
Sehingga anak itu haram untuk menikahi wanita tersebut selamanya. Karna
bagaimanapun bisa dikatakan bahwa saudara sepersusuan posisinya dibawah saudara
sedarah. Seperti kita tau juga bahwa saudara sedarah atau saudara sepersusuan
tidak boleh terikat dalam suatu tali pernikahan
Kaedah yang harus diketahui masyarakat adalah bahwa
keharaman wanita yang menyusui mencakup keharaman menikahi ibu, ayah dan nenek
dari wanita yang menyusui. Keharaman ini mencakup pula keharaman menikahi
saudara sepersusuan dan adik-adik saudara sepersusuan. Keharaman ini juga
mencakup anak kandung dari si wanita yang menyusui dan juga terhadap cucunya.
Selain itu, juga mencakup pada keharaman untuk menikahi saudara perempuan atau
saudara laki-laki dari wanita yang menyusui.
Adapun dari pihak orang yang menyusui, keharaman ini juga
berlaku bagi anak dari orang yang menyusu, tidak lebih. Sedangkan saudara dari
orang yang menyusu tidak termasuk orang-orang yag haram dinikahi pihak wanita
yang menyusu.
Anak tiri (anak dari suami wanita ini) dari wanita yang
menyusui juga haram untuk dinikahi oleh anak yang menyusu pada wanita ini.
Karena persusuan mengikuti garis keturunan (nasab). Kesimpulan ini berdasarkan
hadis shahih yang diriwayatkan bahwa Aisyah r.a menolak/tidak memberi izin
masuk, ketika paman dari saudara sepersusuannya ingin masuk menemuinya. Aisyah
berkata “orang yang telah menyusuiku adalah wanita dan bukanlah laki-lak.
Tatkala Rasulullah mengetahui hal ini beliau bersabda, “Engkau tidak perlu
mengenakan hijab di hadapannya. Dia termasuk mahram karena sepersusuan,
sebagaimana mahram karena garis keturunan (nasab).
Dari keterangan diatas,
dapat disimpulkan bahwa menikah dengan anak, bagi laki-laki maupun perempuan,
dari wanita yang menyusui tidak dibolehkan berdasarkan syariat Islam, baik anak
itu saudara sepersusuan atau adik dari saudara sepersusuan.
Dengan disamakannya hubungan susuan dengan hubungan
nasab, maka perempuan yang haram dikawini karena hubungan susuan itu secara
lengkap adalah sebagai berikut :
1.
Ibu susuan. Termasuk dalam Ibu susuan itu
adalah ibu yang menyusukan, yang menyusukan ibu susuan, yang melahirkan ibu
susuan, dan garis lurus ke atas. Yang menyusukan Ibu, yang menyusukan nenek dan
seterusnya ke atas, yang melahirkan ayahsusuan, yang menyusukan ayah susuan,
dan seterusnya ke atas melalui hubungan nasab atau susuan.
2.
Anak susuan. Termasuk adalah anak susuan itu
ialah anak yang disusukan istri, anak yang disusukan anak perempuan, anak yang
disusukan istri anak laki-laki dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah.
3.
Saudara sesusuan. Termasuk dalam saudara
sesusuan itu adalah yang dilahirkan ibu susuan, yang disusukan ibu susuan, yang
dilahirkan istri ayah susuan, anak yang disusukan istri ayah susuan, yang
disusukan ibu, yang disusukan istri dari ayah.
4.
Paman susuan. Yang termasuk paman susuan itu
adalah saudara dari ibu susuan, saudara dari ayahnya ayah susuan.
5.
Bibi susuan. Termasuk dari arti Bibi susuan
itu adalah saudara dari ibu susuan, saudara dari ibu dari ibu susuan.
6.
Anak saudara laki-laki atau perempuan susuan.
Termasuk dalam arti anak saudara ini adalah anak dari saudara sesusuan, cucu
dari saudara sesusuan, dan seterusnya kebawah. Orang-orang yang disusukan oleh
saudara sesusuan, yang disusukan oleh anak saudara sesusuan, yang disusukan
oleh saudara perempuan, yang disusukan oleh istri saudara laki-laki, dan
seterusnya garis ke bawah dalam hubungan nasab dan susuan.
1.
Banyaknya kadar ASI hingga terjadi hubungan
Nasab
Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai berapa banyak
susu yang telah diminum anak hingga menyebabkan hubungan sepersusuan dan
diharamkan menikah denanga ibu susunya. Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat
tidak ada batasan dalam perkara sepersusuan ini. Air susu yang diminum, baik
banyak ataupun sedikit, sudah dapat menetapkan bahwa seorang anak haram menikah
dengan ibu susunya. Dari madzhab Dhahiri mengatakan bahwa ketentuan ini akan
berlaku jika ketika si anak telah minum tiga sedotan atau lebih dari ASI.
Menurut pendapat Ali Bin Abi Thalib, Ibn ‘Abbas, Sa’id
ibn Musayyab, al-Zuhriy, Qatadah, dan Hammad, jumlah bilangan susuan tidak
menjadi pokok, tetapi yang pokok adalah menyusui. Jadi, menyusui satu kali,
baik dengan kadar yang sedikit atau banyak, hal itu sudah mengakibatkan
haramnya perkawinan. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa imam mazhab,
seperti Abu Hanifah, Malik, al-Auza’iy, dan al-Tsauriy.
menurut pendapat ‘Abdullah ibn Zubair, ‘Atha’, dan
Thawus, jumlah bilangan susuan yang mengharamkan perkawinan adalah lima kali
susuan dengan kadar yang mengenyangkan. Pendapat ini kemudian diikuti oleh imam
al-Syafi’iy dan Ahmad ibn Hanbal menurut salah satu riwayat.
Dari Aisyah ra berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, Perhatikan saudara laki-laki kalian, karena saudara
persusuan itu akibat kenyangnya menyusu. (HR. Bukhari dan Muslim).
menurut
pendapat Abu ‘Ubaid dan Ibn al-Mundzir, susuan yang mengaharmkan perkawinan
adalah tiga kali susuan ke atas. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa
imam mazhab, seperti Abu Tsaur, Abu Dawud al-Zhahiriy, dan Ahmad ibn Hanbal
menurut salah satu riwayat.
Imam Syafi’I
berkata, “ketentuan ini berlaku ketika
sianak telah menyusu sebanyak lima sedotan dalam waktu yang berbeda, yaitu
dalam tahun pertama masa persusuan.” Dan pendapat dari Imam Syafi,I ini
yang dianut oleh Indonesia. di jelaskan dalam riwayat ketika seorang sahabat
ingin menjadikan anak yang biasa datang ke rumahnya agar menjadi mahram. “……..Sahlah
binti Suhail, isteri Abu Hudzaifah wanita dari Bani ‘Amir bin Lu’aiy menemui
Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, dahulu kami melihat Saalim sebagai
anak yang masih kecil, dia biasa masuk ke tempatku, sedang aku memakai pakaian
sehari-hari dan kami tidak mempunyai rumah kecuali hanya satu, lalu bagaimana
pendapat engkau tentang hal itu ?”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Susuilah dia
lima kali susuan”. Maka dengan susuan itu ia menjadi mahram, dan Sahlah
memandangnya sebagai anak susu. …. [HR. Maalik dalam Al-Muwaththa' juz 2,
hal. 705, no.
Hal
tersebut ditegaskan oleh hadits Aisyah RA: “Di antara ayat yang pernah Alloh turunkan
(Asyru radho’aatim ma’luumaatin yuharrimna/sepuluh kali tetekan/susuan yang
diketahui mengharamkan) dinasakh dengan ayat: khomsu Radho’aatin/lima
kali susuan. Lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat tersebut termasuk yang dibaca
dalam Al-Qur’an (HR Muslim 2/1075)
Terdapat juga Diriwayatkan
dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh
kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah
menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima
kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.”
(HR. Muslim).
Rasulullah
SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang bisa menguatkan
tulang menumbuhkan daging.” (HR. Abu Daud). Dari Ummi Salamah ra. Berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman
kecuali bila menjadi makanan dan sebelum masa penyapihan.” (HR. At-Tirmizi).
Apabila hal tersebut di atas terjadi, maka anak tersebut menjadi anak
sepersusuan bagi wanita tersebut serta anak-anaknya menjadi saudara
sepersusuan. Dan berlaku bagi mereka hukum nasab dalam hal ketidakbolehan
menikah dengan mereka dan kemahroman. Rasulullah SAW bersabda: “diharamkan
karena disebabkan persusuan sebagaimana diharamkan oleh nasab.” (HR Bukhori
/Fath 5/253 dan Muslim 2/1072)
Di
samping itu berrdasarkan penyelidikan dari sudut medis( ilmu kesehatan ). Maka
ternyata air susu ibu itu baru berproses menjadi darah dan daging untuk
membentuk fisik bayi apabila menyusu itu minimal lima kali sampai kenyang,
berhubungan dengan itu da tendensi (lebih benyak) bahwa pendapat imam syafi’I
itu didukung oleh para faqih (para sarjana Islam) termasuk penulis.
Ulama
Syiah berpendapat bahwa kadar susuan itu adalah sebanyak lima belas kali,
karena dengan jumlah itulah terjadi pertumbuhan fisik anak. Yang dimaksud
dengan kali susuan dalam beda pendapat ulama diatas adalah sianak telah
menghentikan susuannya karena kenyang dan tidak diperhitungkan sebagai satu
kali susuan bial susuan lepas karena sebab lain, seperti terlepas sendiri dan
kemudian diulangi lagi menyusu oleh si anak. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب ) متفق عليه
Hubungan kekerabatan yang disebabkan persususan haram
(untuk dinikahi) seperti hubungan kekerabatan yang disebabkan karena nasab.”(HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Penelitian
ilmiah yang dilakukan baru-baru ini membuktikan (menetapkan) adanya
materi-materi tertentu pada ASI (air susu ibu), yang jika dikonsumsi akan
mengakibatkan pembentukan antibodi (imunitas) dalam tubuh bayi yang menyusu
setelah tiga sampai lima kali susuan. Ini adalah jumlah susuan yang dibutuhkan
untuk pembentukan antibodi dalam tubuh manusia, bahkan pada hewan percobaan
yang baru lahir dan pad hewan yang perkembangan sistem imunitasnya (kekebalan
tubuhnya) belum sempurna.
Ketika si bayi tersebut menyusui maka ia akan
mendapatkan beberapa ciri genetik khusus untuk kekebalan dari susu yang
diminumnya. Dan selanjutnya hal yang demikian itu menjadikan kesamaan pada
sifat-sifat genetik dengan saudara laki-laki atau saudara perempuan
sepersusuannya. Dan telah ditemukan bahwasanya materi-materi kekebalan tubuh
(antibodi) ini dapat menyebabkan gejala-gejala penyakit pada saudara laki-laki
ketika mereka menikah dengan saudara perempuan sepersusuannya.
Sudah ditemukan bahwa organ-organ yang
berfungsi melindungi tubuh mungkin akan menyebabkan munculnya sifat-sifat yang
diridhai oleh sesama saudara dalam kaitannya dengan pernikahan. Dari sini, kita
mengetahui hikmah yang terkandung dari hadits di atas yang melarang kita dari
menikahi saudara sesusuan yaitu mereka yang menyusu pada ibu lebih dari 5 kali
susuan.
Sesungguhnya kekerabatan
karena sesusuan ditetapkan dan dapat dipindahkan karena keturunan. Dan penyebab
yang diturunkan dan gen yang dipindahkan. maksudnya adalah bahwa kekerabatan
karena faktor sesusuan disebabkan karena adanya perpindahan gen dari ASI orang
yang menyusui kepada orang yang menyusu tersebut, masuk, dan bersatu dengan
jaringan gen orang yang menyusu tersebut, atau ASI tersebut memang mengandung
lebih dari satu sel, dimana sel itu merupakan inti dari kehidupan manusia. Sel
itu sering disebut dengan DNA.
Juga mungkin karena organ
sel pada orang yang menyusu menerima sel yang asing, sebab sel itu tidak matur.
Keadannya adalah keadaan percampuran dari berbagai sel, dimana perkembangannya
tidak akan sempurna kecuali setelah melewati beberapa bulan atau beberapa tahun
sejak kelahiran. Kalau penjelasan asal-mula penyebab adanya kekerabatan karena
hal ini, maka hal ini memiliki konsekuensi yang sangat penting dan sangat menentukan.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( يحرم من
الرضاع ما يحرم من النسب )) متفق عليه
Rasulullah bersabda,
“Diharamkan dari saudara sesusuan segala sesuatu yang diharamkan dari nasab”.(
HR. Bukhari dan Muslim )[1][14]
Dari sini, kita menemukan
hikmah yang terkandung dalam hadits yang mulia di atas tentang haramnya
(dilarangnya) menikah dengan saudara-saudara seperusuan, dan yang membatasi
jumlah susuan (yang menyebabkan pengharaman) pada lima kali susuan menurut Imam
Syafi’i.
2.
Usia anak yang menyusu
Jumhur ulama berpendapat bahwa anak yang menyusu masih
berumur dua tahun, karena dalam masa tersebut air susu ibu akan menjadi
pertumbuhannya. Batas masa dua tahun ini berdasarkan kepada sabda Nabi dalam
hadist dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Dar al-Quthniy mengatakan ucapan Nabi
yang bunyinya:
“tidak ada hubungan
persusuan kecuali dalam masa dua tahun”
Dari
sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhenti menyusui, lalu suatu
hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka hal itu masih bisa menyebabkan
kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Di antara mereka adalah Al-Hanafiyah.
Termasuk pandangan ibunda mukimin Aisyah ra. Pendapat mereka itu didasarkan
pada hadits dalam shohih Muslim dari zainab binti Ummi Salamah bahwasanya ia
berkata kepada Aisyah RA: “sesungguhnya ada seorang anak yang sudah besar
biasa masuk padamu yang mungkin tidak akan aku ijinkan masuk padaku”. Maka
Aisyah RA berkata: “Bukankan ada contoh dari Rasulullah SAW bagimu?”. Ia
berkata: sesungguhnya istri Abi Hudzaifah berkata: “wahai Rasulullah,
sesungguhnya Salim biasa masuk padaku sedangkan dia sudah besar. Dan dalam
pikiran Abu Khudzaifah ada sesuatu (kecurigaan)”. Rasulullah SAW bersabda:
Susuilah dia sehingga ia boleh masuk padamu” (HR Muslim 21077).
Fuqoha Syafiiyah dan Hanabilah, Abu Yusuf dan
Muhammad
dari ulama Ahnaf berpendapat bahwasanya usia yang yang dapat menyebabkan
terjadinya keharaman adalah dua tahun, lebih dari itu maka tidak bisa
mengharamkan. Hujjah mereka adalah firman Alloh SWT: “Dan para ibu hendaklah
mereka menyusi anak-anak mereka dua tahun penuh bagi siapa yang ingin
meyempurnakan susuannya.” (al-Baqoroh: 233) Mereka berpendapat: Alloh
menjadikan batas maksimal menyusui adalah genap dua tahun, dan lebih dari itu
tidak berlaku apapun. Di samping itu, mereka memperkuat pendapatnya dengan dua
hadit di atas.
Dan
dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seorang laki-laki kepada seorang
wanita bisa dijadikan jalan keluar untuk membuatnya menjadi mahram. Hal itulah
yang barangkali dijadikan dasar oleh Aisyah ra. Tentang pengaruh menyusunya
orang dewasa kepada seorang wanita. Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini
hanya bisa dibolehkan dalam kondisi darurat dimana seseorang terbentuk masalah
kemahraman dengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah. Hal senada
dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
Beda pendapat muncul dari ulama Zhahiriy yang mengatakan
bahwa susuan yang sudah berlaku terhadap anak yang berumur lebih dari dua
tahun, bahkan ynag sudah dewasa juag menimbulkan hubungan susuan. Golongan ini
berdalil denagn Zhahir dan umum ayat Al-Qur’an; sedangkan hadist tersebut di
atas tidak cukup kuat untuk membatasi keumuman ayat tersebut.
Dalam hal tersebut timbul pertanyaan,bila sianak telah
berhenti menyusu sebelum waktu dua tahun dan tidak lagi memerlukan air susu
ibu, kemudian sianak disusukan oleh seorang ibu apakah yang demikian
menyebabkan hubungan susuan atau tidak?
Imam Malik berpendapat yang demikian tidak lagi
menyebabkan hubungan susuan. Ulama ini mendasarkan pendapatnya kepada sepotong
hadist nabi yang berbunyi “ tidak ada
susuan kecuali bila susuan itu memenuhi kebutuhan laparnya”. Imam Abu
Hanifah dan Imam al-Syafi’I menyatakan bahwa susuan dalam bentuk itu tetap
menyebabkan hubungan susuan yang mengharamkan, karena sianak masih berada di
bawah umur dua tahun sebagaimana dalam hadist tersebut diatas.
Berikut
adalah syarat-syarat yang menjadikan mahram karena persusuan:
Syarat-syarat menyusu yang menjadikan mahram
ada 5:
1)
Usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 tahun
Hijriyah.
Hal ini didasarkan ayat :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah-233)
Dalam
hadits yang diriwayatkan Imam Daruqutni dari Sahabat Ibn Abbas Rasulullah SAW
bersabda:
الْحَوْلَيْنِ فِى كَانَ مَا إِلاَّ رَضَاعَ
لاَ
“Tidak ada hukum persusuan
kecuali dalam usia kurang dari dua tahun”
2)
Air susu berasal dari perempuan yang sudah
berumur 9 tahun Hijriyah.
3)
Keluarnya susu pada waktu masih hidup.
4)
Susu yang diminum sampai ke perut besar atau
otak si anak.
5)
Masuknya air susu di waktu si anak dalam
keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali susuan.
Karenanya, bila seorang lelaki dewasa yang minum susu
istrinya hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum mahram, dalam arti istrinya
tidak menjadi ibu susuan.
Namun bila suaminya adalah seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu rodho’ dan status pernikahannya batal.
Namun bila suaminya adalah seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu rodho’ dan status pernikahannya batal.
Contoh : seorang anak bayi yang belum genap 2 tahun dinikahkan dengan janda yang baru melahirkan. Kemudian istri menyusui suami kecilnya sampai lima kali susuan maka status pernikahannya batal, status istri berubah menjadi ibu rodlo’, mantan suaminya menjadi ayah rodlo’, dan suami kecilnya menjadi anak rodlo’.
3.
GFHGFH
Pengertian lafadz-lafadz yang mengandung hukum syara’
serta memberikan batasan pemahaman merupakan perkara yang amat penting, agar
dapat disimpulkan status hukum suatu permasalahan.
Di dalam hadis terdapat keterangan “Apa yang haram sebab
hubungan nasab, haram pula karena hubungan persusuan.” Lalu, apa yang dimaksud
persusuan? Apa yang dimaksud dengan ibu yang menyusu?
Ibu yang menyusu (Al-Umum
Al-Murdhi’ah) adalah wanita yang memiliki susu di dadanya yang merupakan
konsekuensi kehamilan.
Inilah dasar permasalahannya. Namun jumhur ulama (yang
ahli dalam perkara pernasaban) menetapkan berbagai perkara masuk dalam
pembahasan persusuan. Sehingga wanita yang hamil karena perbuatan zina atau
wanita yang air susunya keluar terus menerus baik wanita yang telah menikah
atau tidak menikah, masuk dalam katergori ibu yang menyusu. Jadi, setiap wanita
yang memiliki susu alami (ASI) masuk kategori Al-Umum Al-Murdhi’ah.
Inilah pendapat jumhur ahli fikih. Imam Ahmad bin Hambal
berpendapat bahwa keharaman pernikahan saudara sepersusuan adalah jika susu
yang keluar merupakan akibat kehamilan. Sedangkan susu yang keluar bukan karena
kehamilan tidak masuk kategori hukum ini. Pengertian dari penyusunan adalah
seorang anak menyusu pada dada seorang wanita. Namun jumhur ulama berpendapat
jatuhnya keharaman pernikahan saudara sepersusuan karena susu yang telah sampai
lewat jalan apapun di perut si anak.
Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa keharaman
pernikahan saudara sepersusuan karena penyusuan dari dada seorang wanita.
Pengertian dari ASI adalah susu yang mengalir dari dada
seorang wanita yang terdapat pada tubuhnya. Semua ini terjadi karena kehendak
Allah. Sehingga, makan yang berbentuk susu itu mengalir ke mulut si bayi.
Sehingga makanan yang bukan berbentuk susu tidak memiliki
konsekwensi keharamn pernikahan saudara sepersusuan. Jika air susu itu tidak
murni lagi, seperti dimasaknya, maka tidak memiliki konsekwensi keharaman
pernikahan saudara sepersusuan.
Jika susu si wanita tidak sampai di perut si bayi, maka
tidak memiliki konsekwensi keharaman pernikahan saudara sepersusuan. Demikian
juga jika si bayi memperoleh susu lewat suntikan maka hal ini tidak memiliki
konsekwensi hukum radha’ah(susuan).
4.
Hukum Dari Bank Susu Modern
Sebagaimana
telah diberitahukan di dalam surah al-Nisa (4) ayat 23, pernikahan dilarang di
antara seorang dengan saudara sepersusuan, karena saudara sepersusuan adalah
sama dengan saudara kandungnya sendiri. Persoalan sama dengan saudara
kandungnya sendiri ini menjadi penyebab perkawinan mereka itu dilarang. Namun
sayang pada masa modern ini, ada peningkatan usaha membentuk bank susu, tidak
hanya di Eropa dan Amerika, melainkan di beberapa negeri Islam.
Maraknya
penjualan ASI secara bebas di luar negeri sangat membuat kita miris. Bahkan yg
sangat memprihatinkan adalah animo masyarakat luar sana menyambut keadaan ini
dengan biasa-biasa saja. Hingga posting ini diturunkan pun kita juga tau ada
suatu cafe yg menyajikan menu khusus yaitu es krim ASI. Sungguh ironis bila
kita melihat ASI dijual bebas.
Bagaimana seandainya kalau kita ambil contoh begini : Ada
sepasang muda-mudi yg sedang memadu tali cinta (pacaran), kemudian sepasang
kekasih tersebut datang ke cafe itu dan menikmati es krim ASI. Sangat
dimungkinkan ASI tersebut berasal dari “ibu” yg sama, karna dari pihak cafe pun
kemungkinan besar menampung jadi satu dari semua ASI yg didapat dari “ibu-ibu”
sebagai sumbernya. Setelah itu, sepasang muda-mudi itu secara gk langsung
menjadi saudara sepersusuan.
Dengan
bank bank susu modenr, semua bayi yang baru lahir diberi ASI dari bank susu
itu. Hal ini menyebabkan mereka masuk ke dalam kategori saudara sepersusuan.
Baik laki-laki maupun perempuan. Setelah anak-anak itu dewasa, ada kemungkinan
mereka menikah satu sama lain., padahal sesungguhnya mereka saudara sepersusuan
tanpa diketahui hubungan persaudaraan itu. Perkawinan semacam itu tidak hanya
diharamkan dalam Islam, melainkan bahkan dalam agama-agama lain juga
diharamkan. Nabi SAW, bersabda sebagai berikut :
نعم،
الر ضا عة تحرم ما تحرم الو لا دة
“Benar,
persusuan mengharamkan perkawinan seperti haramnya persaudaraan darah”
(HR.Bukhari)
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum
islam mengharamkan menikah karena sebab hubungan persusuan,mencakup keharaman
menikahi wanita yang menyusui,anak kandung, cucu, ibu, ayah, dan nenek dari
wanita yang menyusui, juga haram pula terhadap menikahi saudara sepersusuan dan
adik-adik saudara sepersusuan.
2. Seberapa
kadar susu yang diminum oleh anak hingga menjadi hubungan susuan menurut Imam
Malik dan Abu Hanifah seberapapun
banyaknya jika minumnya dibawah umur dua tahun maka terjadi hubungan
susuan,menurut Jumhur ulama lebih dari lima kali susuan,menurut Ulama Syiah
tidak lebih dari lima belas kali susuan.
3. Usia
anak yang menyusu menurut Jumhur Ulama
anak yang menyusu adalah dibawah umur dua tahun, begitu pula lah
terhadap pendapat Imam Abu Hanifah, sedangkan
menurut Ulama Zhahiriy anak yang menyusu diatas dua tahun bahkan sudah
dewasa pun juga mengakibatkan hubungan persusuan.
4. Adanya
bank susu yang sudah marak di negara-negara internasional bahkan negara islam,
telah menjadi suatu kebiasaan jika anak yang baru lahir diberikan ASI dari Bank
Susu. Jelas ini termasuk diharamkan melakukan telah pernikahan karena mereka telah terikat dengan
saudara sepersusuan.
B.
Saran
Banyak sekali
faedah yang dapat diambil dari aktifitas menyusui anak. ASI merupakan susu yang
telah steril. Hal ini telah diakui oelh dunia kedokteran. Kedokteran modern
mengatakan bahwa tidak ada susu yang sebaik ASI. Selain dari manfaat ASI , ada
lagi manfaat lainnya. Aspek kejiwaan misalnya. Dengan menyusui, seorang ibu
telah menanamkan rasa kasih sayang, suka cita, dan bahagia pada anaknya. Dari
sinilah , menyusui seorang anak menjadi bagian dari kebiasaan para ibu. Hingga
ketika seorang ibu tidak mengelurkan ASInya berinisiatif untuk mencari ASI dari
wanita lain hingga menimbulkan hubungan persusuan.
Keharaman pernikahan saudara persusuan dimaksudkan untuk
menghilangkan kesulitan disebagian keadaan yang ditemukan antara anak yang
menyusu dengan saudara sepersusuannya. Yang kemudian ada pertalian nasab yang
seharusnya dipahami betul oleh masyarakat hingga tak ada keraguan dalam
melakukan proses pernikahan. Kami berharap semoga dengan tersusunnya makalah
ini dapat menambah wawasan kita mengenai pentingnya mengetahui hubungan nasab
dalam persusuan yang jelas telah diharamkan oleh Syariat Agama Islam.
ada sitasi atau rujukan pustakanya tidak mengenai penelitian tsb?
BalasHapusKoreksi untuk kalimat berikut :
BalasHapus(2 paragraf terakhir sebelum BAB IV)
"Bagaimana seandainya kalau kita ambil contoh begini : Ada SEPASANG MUDA-MUDI yg sedang memadu tali cinta (pacaran), kemudian sepasang kekasih tersebut datang ke cafe itu dan menikmati es krim ASI. Sangat dimungkinkan ASI tersebut berasal dari “ibu” yg sama, karna dari pihak cafe pun kemungkinan besar menampung jadi satu dari semua ASI yg didapat dari “ibu-ibu” sebagai sumbernya. Setelah itu, sepasang muda-mudi itu secara gk langsung menjadi saudara sepersusuan."
"SEPASANG MUDA-MUDI" di sini maksudnya kan
SUDAH DEWASA (lebih dari umur 2 tahun Hijriyah)....
Saudara sepersusuan kah ?
kalo mnurut sya itu sudah tidak termasuk lg, kenapa? Hanya bayi yang belum berusia dua tahun saja yang menimbulkan kemahraman. Sedangkan bila bayi yang menyusu itu sudah lewat usia dua tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah 233 ; Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan juga berdasarkan hadits nabi SAW : Tidak ada penyusuan (yang mengakibatkan kemahraman) kecuali di bawah usia dua tahun. (HR. Ad-Daruquthny).
HapusSaudara sepersusuan kah pasangan MUDA-MUDI tsb ???
BalasHapussaya pernah disusui 1x tante saya dan dia memiliki anak laki" dan sekarang kita sudah dewasa dan saling jatuh cinta, apakah diperbolehkan untuk menikah atau diharamkan? terimakasih
BalasHapus