Minggu, 28 Desember 2014

MAKALAH TENTANG PERKAWINAN SEPERSUSUAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Meskipun perkawinan telah terpenuhi seluruh rukun dan syarat yang ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena masih tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah terlepas dari gejala hal yang menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga dengan larangan perkawinan.
Yang dimaksud dengan larangan perkawinan dalam bahasa ini adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan. Yang dibicarakan disini ialah perempuan-perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini seorang laki-laki, atau sebaliknya laki-laki mana saja yang tidak boleh mengawini seorang perempuan. Keseluruhan diatur dalam Al-Qur’an dan dalam hadist Nabi.
Larangan perkawinan yang berlaku haram untuk selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun laki-laki dan perempuan itu tidak boleh melakukan perkawinan. Larangan dalam bentuk ini disebut mahram muabbad.
Adapun salah satu contoh dalam mahram muabbad diantaranya adalah perkawinan saudara sepersusuan. Dimana pernikahan ini telah jelas diharamkan oleh syar’i karena sebab-sebab tertentu yang akan membawa mudharat yang lebih besar sehubungan pula dengan pertalian nasab.



B.   TUJUAN MASALAH
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah mencegah adanya perkawinan sepersusuan yang diharamkan oleh syari’at Islam.
Pencegahan perkawinan adalah menghindari suatu perkawinan berdasarkan larangan hukum Islam dimana juga telah dituangkan dalam perundang-undangan. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau istri yang akan melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum Islam yang termuat dalam pasal 13 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat melangsungkan perkawinan. Demikian juga yang terungkap dalam pasal 60 Kompilasi Hukum Islam. Pencegahan perkawinan dimaksud adalah.
1.     Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang dialarang hukum Islam dan peraturan perundang-undangan,
2.     Pencegahan perkawinan bila calon suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.









C.   PENGERTIAN
Yang dimaksud hubunagn sepersusuan adalah bila seorang anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu perkawinan itu menjadi darah daging dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang eanyusukan itu telah seperti ibunya. Ibu tersebut menghasilkan susu karena yang disebabkan hubungannya dengan suaminya, sehingga suami perempuan itu sudah seperti ayahnya sebaliknya bagi ibu yang menyusukan dan suaminya anak tersebut sudah seperti anaknya.
 Demikian pula anak yang dilahirkan oleh ibu itu seperti saudara dari anak yang menyusu kepada ibu tersebut, selanjutnya hubungan susuan sudah seperti hubungan nasab.
Jika sudah begitu juga akan berpengaruh terhadap anak jika akan menikah dengan saudara sepersusuannya karena hukum islam telah mengharamkan begitu pula dengan hukum negara yang turut serta melarang perkawinan ini. 

D.   BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis akan membahas seputar hukum Islam terhadap perkawinan karena pertalian sepersusuan, banyaknya kadar susu yang diminum, batasan umur anak yang menyusu sehingga adanya hubungan persusuan hingga hukum bank susu modern.




BAB II
PEMASALAHAN

A.   RUMUSAN MASALAH
1.     Apa Hukum Islam bagi seorang anak yang menyusu terhadap keluarga wanita yang menyusui?
2.     Berapa banyak kadar susu sehingga seseorang dilarang (haram) menikah dengan saudara sepersusuannya?
3.     Berapa batasan umur anak yang menyusu sehingga adanya hubungan persusuan?
4.     Bagaimana hukum menggunakan peralatan untuk mengambil ASI?
5.     Bagaimana hukum dari bank susu modern ?















BAB III
PEMBAHASAN

A.   Hukum Islam terhadap perkawinan saudara sepersusuan:
Haramnya menikah antara saudara sepersusuan jelas sekali yaitu berdasarkan AlQur’an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman dalam wanita-wanita yang haram dinikahi.
وَأُمَّهَا تُكُمُ الَّ تِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ
Diharamkan mengawini ibu-ibu yang menyusukan kamu dan saudara-saudara sepersusuan dengan kamu.
Rasulullah SAW bersabda, Apa yang diharamkan karena adanya hubungan kelahiran, haram pula karena hubungan persusuan. (HR.Muslim)
Didalam riwayat lain, Persusuan menyebabkan menjadi mahram (diharamkan untuk menikah) sebagaimana hubungan kelahiran. (HR.Muslim)

إنَّهَا لاَ تُحِل لى إنَّهُا أَخِى مِنَ الرّضاعة، يَحْرَمُ من الرضاع مَا يُحْرمُ من النَّسَبْ
Perempuan itu tidak boleh saya nikah karena dia adalah saudaraku sepersusuan . Diharamkan karena hubungan susuan mana-mana yang diharamkan karena hubungan nasab.
 Serta ayat yang terkandung dalam surat An-Nisa ayat 23:



Artinya:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Diriwayatkan dari Abdullah bin Mulaika r.a. ): Uqbah bin Harits r.a. : berkata bahwa ia menikah dengan anak perempuan Abi Ihab bin Aziz. Tak lama kemudian seorang perempuan menemuinya dan berkata; “akulah yang menyusui Uqbah dan perempuan yang dinikahinya”, Uqbah berkata kepadanya, “aku tidak tahu, kamu telah menyusuiku dan kamu tidak mengatakannya kepadaku”, kemudian dia pergi menemui Rasulullah SAW di Madinah, dan bertanya kepada Rasulullah SAW tentang itu, Rasulullah SAW menjawab, “bagaimana dapat kamu (tetap memperistrinya), padahal telah dikatakan kepadamu (bahwa ia adalah saudara sesusuanmu)” kemudian Uqbah menceraikan istrinya, dan kemudian istrinya menikah dengan orang lain.


  Umat telah sepakat tentang kepastian haram antara yang menyusu dengan wanita yang menyusukan. Anak yang menyusu hukumnya berubah menjadi anak dari wanita yang menyusukan. Sehingga anak itu haram untuk menikahi wanita tersebut selamanya. Karna bagaimanapun bisa dikatakan bahwa saudara sepersusuan posisinya dibawah saudara sedarah. Seperti kita tau juga bahwa saudara sedarah atau saudara sepersusuan tidak boleh terikat dalam suatu tali pernikahan
Kaedah yang harus diketahui masyarakat adalah bahwa keharaman wanita yang menyusui mencakup keharaman menikahi ibu, ayah dan nenek dari wanita yang menyusui. Keharaman ini mencakup pula keharaman menikahi saudara sepersusuan dan adik-adik saudara sepersusuan. Keharaman ini juga mencakup anak kandung dari si wanita yang menyusui dan juga terhadap cucunya. Selain itu, juga mencakup pada keharaman untuk menikahi saudara perempuan atau saudara laki-laki dari wanita yang menyusui.
Adapun dari pihak orang yang menyusui, keharaman ini juga berlaku bagi anak dari orang yang menyusu, tidak lebih. Sedangkan saudara dari orang yang menyusu tidak termasuk orang-orang yag haram dinikahi pihak wanita yang menyusu.
Anak tiri (anak dari suami wanita ini) dari wanita yang menyusui juga haram untuk dinikahi oleh anak yang menyusu pada wanita ini. Karena persusuan mengikuti garis keturunan (nasab). Kesimpulan ini berdasarkan hadis shahih yang diriwayatkan bahwa Aisyah r.a menolak/tidak memberi izin masuk, ketika paman dari saudara sepersusuannya ingin masuk menemuinya. Aisyah berkata “orang yang telah menyusuiku adalah wanita dan bukanlah laki-lak. Tatkala Rasulullah mengetahui hal ini beliau bersabda, “Engkau tidak perlu mengenakan hijab di hadapannya. Dia termasuk mahram karena sepersusuan, sebagaimana mahram karena garis keturunan (nasab).
  Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa menikah dengan anak, bagi laki-laki maupun perempuan, dari wanita yang menyusui tidak dibolehkan berdasarkan syariat Islam, baik anak itu saudara sepersusuan atau adik dari saudara sepersusuan.
Dengan disamakannya hubungan susuan dengan hubungan nasab, maka perempuan yang haram dikawini karena hubungan susuan itu secara lengkap adalah sebagai berikut :
1.     Ibu susuan. Termasuk dalam Ibu susuan itu adalah ibu yang menyusukan, yang menyusukan ibu susuan, yang melahirkan ibu susuan, dan garis lurus ke atas. Yang menyusukan Ibu, yang menyusukan nenek dan seterusnya ke atas, yang melahirkan ayahsusuan, yang menyusukan ayah susuan, dan seterusnya ke atas melalui hubungan nasab atau susuan.
2.     Anak susuan. Termasuk adalah anak susuan itu ialah anak yang disusukan istri, anak yang disusukan anak perempuan, anak yang disusukan istri anak laki-laki dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah.
3.     Saudara sesusuan. Termasuk dalam saudara sesusuan itu adalah yang dilahirkan ibu susuan, yang disusukan ibu susuan, yang dilahirkan istri ayah susuan, anak yang disusukan istri ayah susuan, yang disusukan ibu, yang disusukan istri dari ayah.
4.     Paman susuan. Yang termasuk paman susuan itu adalah saudara dari ibu susuan, saudara dari ayahnya ayah susuan.
5.     Bibi susuan. Termasuk dari arti Bibi susuan itu adalah saudara dari ibu susuan, saudara dari ibu dari ibu susuan.
6.     Anak saudara laki-laki atau perempuan susuan. Termasuk dalam arti anak saudara ini adalah anak dari saudara sesusuan, cucu dari saudara sesusuan, dan seterusnya kebawah. Orang-orang yang disusukan oleh saudara sesusuan, yang disusukan oleh anak saudara sesusuan, yang disusukan oleh saudara perempuan, yang disusukan oleh istri saudara laki-laki, dan seterusnya garis ke bawah dalam hubungan nasab dan susuan.

1.     Banyaknya kadar ASI hingga terjadi hubungan Nasab
Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai berapa banyak susu yang telah diminum anak hingga menyebabkan hubungan sepersusuan dan diharamkan menikah denanga ibu susunya. Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat tidak ada batasan dalam perkara sepersusuan ini. Air susu yang diminum, baik banyak ataupun sedikit, sudah dapat menetapkan bahwa seorang anak haram menikah dengan ibu susunya. Dari madzhab Dhahiri mengatakan bahwa ketentuan ini akan berlaku jika ketika si anak telah minum tiga sedotan atau lebih dari ASI.
Menurut pendapat Ali Bin Abi Thalib, Ibn ‘Abbas, Sa’id ibn Musayyab, al-Zuhriy, Qatadah, dan Hammad, jumlah bilangan susuan tidak menjadi pokok, tetapi yang pokok adalah menyusui. Jadi, menyusui satu kali, baik dengan kadar yang sedikit atau banyak, hal itu sudah mengakibatkan haramnya perkawinan. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, al-Auza’iy, dan al-Tsauriy.
menurut pendapat ‘Abdullah ibn Zubair, ‘Atha’, dan Thawus, jumlah bilangan susuan yang mengharamkan perkawinan adalah lima kali susuan dengan kadar yang mengenyangkan. Pendapat ini kemudian diikuti oleh imam al-Syafi’iy dan Ahmad ibn Hanbal menurut salah satu riwayat.
          Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Perhatikan saudara laki-laki kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu. (HR. Bukhari dan Muslim).
menurut pendapat Abu ‘Ubaid dan Ibn al-Mundzir, susuan yang mengaharmkan perkawinan adalah tiga kali susuan ke atas. Pendapat ini kemudian diikuti oleh beberapa imam mazhab, seperti Abu Tsaur, Abu Dawud al-Zhahiriy, dan Ahmad ibn Hanbal menurut salah satu riwayat.
 Imam Syafi’I berkata, “ketentuan ini berlaku ketika sianak telah menyusu sebanyak lima sedotan dalam waktu yang berbeda, yaitu dalam tahun pertama masa persusuan.” Dan pendapat dari Imam Syafi,I ini yang dianut oleh Indonesia. di jelaskan dalam riwayat ketika seorang sahabat ingin menjadikan anak yang biasa datang ke rumahnya agar menjadi mahram. “……..Sahlah binti Suhail, isteri Abu Hudzaifah wanita dari Bani ‘Amir bin Lu’aiy menemui Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, dahulu kami melihat Saalim sebagai anak yang masih kecil, dia biasa masuk ke tempatku, sedang aku memakai pakaian sehari-hari dan kami tidak mempunyai rumah kecuali hanya satu, lalu bagaimana pendapat engkau tentang hal itu ?”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Susuilah dia lima kali susuan”. Maka dengan susuan itu ia menjadi mahram, dan Sahlah memandangnya sebagai anak susu. …. [HR. Maalik dalam Al-Muwaththa' juz 2, hal. 705, no.
Hal tersebut ditegaskan oleh hadits Aisyah RA: “Di antara ayat yang pernah Alloh turunkan (Asyru radho’aatim ma’luumaatin yuharrimna/sepuluh kali tetekan/susuan yang diketahui mengharamkan) dinasakh dengan ayat: khomsu Radho’aatin/lima kali susuan. Lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat tersebut termasuk yang dibaca dalam Al-Qur’an (HR Muslim 2/1075)
Terdapat juga Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang bisa menguatkan tulang menumbuhkan daging.” (HR. Abu Daud). Dari Ummi Salamah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi makanan dan sebelum masa penyapihan.” (HR. At-Tirmizi). Apabila hal tersebut di atas terjadi, maka anak tersebut menjadi anak sepersusuan bagi wanita tersebut serta anak-anaknya menjadi saudara sepersusuan. Dan berlaku bagi mereka hukum nasab dalam hal ketidakbolehan menikah dengan mereka dan kemahroman. Rasulullah SAW bersabda: “diharamkan karena disebabkan persusuan sebagaimana diharamkan oleh nasab.” (HR Bukhori /Fath 5/253 dan Muslim 2/1072)
Di samping itu berrdasarkan penyelidikan dari sudut medis( ilmu kesehatan ). Maka ternyata air susu ibu itu baru berproses menjadi darah dan daging untuk membentuk fisik bayi apabila menyusu itu minimal lima kali sampai kenyang, berhubungan dengan itu da tendensi (lebih benyak) bahwa pendapat imam syafi’I itu didukung oleh para faqih (para sarjana Islam) termasuk penulis.
Ulama Syiah berpendapat bahwa kadar susuan itu adalah sebanyak lima belas kali, karena dengan jumlah itulah terjadi pertumbuhan fisik anak. Yang dimaksud dengan kali susuan dalam beda pendapat ulama diatas adalah sianak telah menghentikan susuannya karena kenyang dan tidak diperhitungkan sebagai satu kali susuan bial susuan lepas karena sebab lain, seperti terlepas sendiri dan kemudian diulangi lagi menyusu oleh si anak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب ) متفق عليه
Hubungan kekerabatan yang disebabkan persususan haram (untuk dinikahi) seperti hubungan kekerabatan yang disebabkan karena nasab.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Penelitian ilmiah yang dilakukan baru-baru ini membuktikan (menetapkan) adanya materi-materi tertentu pada ASI (air susu ibu), yang jika dikonsumsi akan mengakibatkan pembentukan antibodi (imunitas) dalam tubuh bayi yang menyusu setelah tiga sampai lima kali susuan. Ini adalah jumlah susuan yang dibutuhkan untuk pembentukan antibodi dalam tubuh manusia, bahkan pada hewan percobaan yang baru lahir dan pad hewan yang perkembangan sistem imunitasnya (kekebalan tubuhnya) belum sempurna.
Ketika si bayi tersebut menyusui maka ia akan mendapatkan beberapa ciri genetik khusus untuk kekebalan dari susu yang diminumnya. Dan selanjutnya hal yang demikian itu menjadikan kesamaan pada sifat-sifat genetik dengan saudara laki-laki atau saudara perempuan sepersusuannya. Dan telah ditemukan bahwasanya materi-materi kekebalan tubuh (antibodi) ini dapat menyebabkan gejala-gejala penyakit pada saudara laki-laki ketika mereka menikah dengan saudara perempuan sepersusuannya.
 Sudah ditemukan bahwa organ-organ yang berfungsi melindungi tubuh mungkin akan menyebabkan munculnya sifat-sifat yang diridhai oleh sesama saudara dalam kaitannya dengan pernikahan. Dari sini, kita mengetahui hikmah yang terkandung dari hadits di atas yang melarang kita dari menikahi saudara sesusuan yaitu mereka yang menyusu pada ibu lebih dari 5 kali susuan.
Sesungguhnya kekerabatan karena sesusuan ditetapkan dan dapat dipindahkan karena keturunan. Dan penyebab yang diturunkan dan gen yang dipindahkan. maksudnya adalah bahwa kekerabatan karena faktor sesusuan disebabkan karena adanya perpindahan gen dari ASI orang yang menyusui kepada orang yang menyusu tersebut, masuk, dan bersatu dengan jaringan gen orang yang menyusu tersebut, atau ASI tersebut memang mengandung lebih dari satu sel, dimana sel itu merupakan inti dari kehidupan manusia. Sel itu sering disebut dengan DNA.
Juga mungkin karena organ sel pada orang yang menyusu menerima sel yang asing, sebab sel itu tidak matur. Keadannya adalah keadaan percampuran dari berbagai sel, dimana perkembangannya tidak akan sempurna kecuali setelah melewati beberapa bulan atau beberapa tahun sejak kelahiran. Kalau penjelasan asal-mula penyebab adanya kekerabatan karena hal ini, maka hal ini memiliki konsekuensi yang sangat penting dan sangat menentukan.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب )) متفق عليه
Rasulullah bersabda, “Diharamkan dari saudara sesusuan segala sesuatu yang diharamkan dari nasab”.( HR. Bukhari dan Muslim )[1][14]
Dari sini, kita menemukan hikmah yang terkandung dalam hadits yang mulia di atas tentang haramnya (dilarangnya) menikah dengan saudara-saudara seperusuan, dan yang membatasi jumlah susuan (yang menyebabkan pengharaman) pada lima kali susuan menurut Imam Syafi’i.


2.     Usia anak yang menyusu
Jumhur ulama berpendapat bahwa anak yang menyusu masih berumur dua tahun, karena dalam masa tersebut air susu ibu akan menjadi pertumbuhannya. Batas masa dua tahun ini berdasarkan kepada sabda Nabi dalam hadist dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Dar al-Quthniy mengatakan ucapan Nabi yang bunyinya:
“tidak ada hubungan persusuan kecuali dalam masa dua tahun”
Dari sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhenti menyusui, lalu suatu hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka hal itu masih bisa menyebabkan kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Di antara mereka adalah Al-Hanafiyah. Termasuk pandangan ibunda mukimin Aisyah ra. Pendapat mereka itu didasarkan pada hadits dalam shohih Muslim dari zainab binti Ummi Salamah bahwasanya ia berkata kepada Aisyah RA: “sesungguhnya ada seorang anak yang sudah besar biasa masuk padamu yang mungkin tidak akan aku ijinkan masuk padaku”. Maka Aisyah RA berkata: “Bukankan ada contoh dari Rasulullah SAW bagimu?”. Ia berkata: sesungguhnya istri Abi Hudzaifah berkata: “wahai Rasulullah, sesungguhnya Salim biasa masuk padaku sedangkan dia sudah besar. Dan dalam pikiran Abu Khudzaifah ada sesuatu (kecurigaan)”. Rasulullah SAW bersabda: Susuilah dia sehingga ia boleh masuk padamu” (HR Muslim 21077).
Fuqoha Syafiiyah dan Hanabilah, Abu Yusuf dan Muhammad dari ulama Ahnaf berpendapat bahwasanya usia yang yang dapat menyebabkan terjadinya keharaman adalah dua tahun, lebih dari itu maka tidak bisa mengharamkan. Hujjah mereka adalah firman Alloh SWT: “Dan para ibu hendaklah mereka menyusi anak-anak mereka dua tahun penuh bagi siapa yang ingin meyempurnakan susuannya.” (al-Baqoroh: 233) Mereka berpendapat: Alloh menjadikan batas maksimal menyusui adalah genap dua tahun, dan lebih dari itu tidak berlaku apapun. Di samping itu, mereka memperkuat pendapatnya dengan dua hadit di atas.
Dan dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seorang laki-laki kepada seorang wanita bisa dijadikan jalan keluar untuk membuatnya menjadi mahram. Hal itulah yang barangkali dijadikan dasar oleh Aisyah ra. Tentang pengaruh menyusunya orang dewasa kepada seorang wanita. Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini hanya bisa dibolehkan dalam kondisi darurat dimana seseorang terbentuk masalah kemahraman dengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah. Hal senada dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
Beda pendapat muncul dari ulama Zhahiriy yang mengatakan bahwa susuan yang sudah berlaku terhadap anak yang berumur lebih dari dua tahun, bahkan ynag sudah dewasa juag menimbulkan hubungan susuan. Golongan ini berdalil denagn Zhahir dan umum ayat Al-Qur’an; sedangkan hadist tersebut di atas tidak cukup kuat untuk membatasi keumuman ayat tersebut.
Dalam hal tersebut timbul pertanyaan,bila sianak telah berhenti menyusu sebelum waktu dua tahun dan tidak lagi memerlukan air susu ibu, kemudian sianak disusukan oleh seorang ibu apakah yang demikian menyebabkan hubungan susuan atau tidak?
Imam Malik berpendapat yang demikian tidak lagi menyebabkan hubungan susuan. Ulama ini mendasarkan pendapatnya kepada sepotong hadist nabi yang berbunyi “ tidak ada susuan kecuali bila susuan itu memenuhi kebutuhan laparnya”. Imam Abu Hanifah dan Imam al-Syafi’I menyatakan bahwa susuan dalam bentuk itu tetap menyebabkan hubungan susuan yang mengharamkan, karena sianak masih berada di bawah umur dua tahun sebagaimana dalam hadist tersebut diatas.

Berikut adalah syarat-syarat yang menjadikan mahram karena persusuan:
Syarat-syarat menyusu yang menjadikan mahram ada 5:
1)    Usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 tahun Hijriyah.
Hal ini didasarkan ayat :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah-233)

Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Daruqutni dari Sahabat Ibn Abbas Rasulullah SAW bersabda:
الْحَوْلَيْنِ فِى كَانَ مَا إِلاَّ رَضَاعَ لاَ
“Tidak ada hukum persusuan kecuali dalam usia kurang dari dua tahun”
2)    Air susu berasal dari perempuan yang sudah berumur 9 tahun Hijriyah.
3)    Keluarnya susu pada waktu masih hidup.
4)    Susu yang diminum sampai ke perut besar atau otak si anak.
5)    Masuknya air susu di waktu si anak dalam keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali susuan.

Karenanya, bila seorang lelaki dewasa yang minum susu istrinya hal ini tidak berpengaruh terhadap hukum mahram, dalam arti istrinya tidak menjadi ibu     susuan.
          Namun bila suaminya adalah seorang bayi yang kurang dari 2 tahun (mungkin ini belum pernah terjadi, namun tetap sah secara syariat) dan memenuhi syarat di atas maka dia menjadi anak susuan, istrinya menjadi ibu rodho’ dan status pernikahannya batal.

Contoh : seorang anak bayi yang belum genap 2 tahun dinikahkan dengan janda yang baru melahirkan. Kemudian istri menyusui suami kecilnya sampai lima kali susuan maka status pernikahannya batal, status istri berubah menjadi ibu rodlo’, mantan suaminya menjadi ayah rodlo’, dan suami kecilnya menjadi anak rodlo’.
3.     GFHGFH
Pengertian lafadz-lafadz yang mengandung hukum syara’ serta memberikan batasan pemahaman merupakan perkara yang amat penting, agar dapat disimpulkan status hukum suatu permasalahan.
Di dalam hadis terdapat keterangan “Apa yang haram sebab hubungan nasab, haram pula karena hubungan persusuan.” Lalu, apa yang dimaksud persusuan? Apa yang dimaksud dengan ibu yang menyusu?
Ibu yang menyusu (Al-Umum Al-Murdhi’ah) adalah wanita yang memiliki susu di dadanya yang merupakan konsekuensi kehamilan.
Inilah dasar permasalahannya. Namun jumhur ulama (yang ahli dalam perkara pernasaban) menetapkan berbagai perkara masuk dalam pembahasan persusuan. Sehingga wanita yang hamil karena perbuatan zina atau wanita yang air susunya keluar terus menerus baik wanita yang telah menikah atau tidak menikah, masuk dalam katergori ibu yang menyusu. Jadi, setiap wanita yang memiliki susu alami (ASI) masuk kategori Al-Umum Al-Murdhi’ah.
Inilah pendapat jumhur ahli fikih. Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa keharaman pernikahan saudara sepersusuan adalah jika susu yang keluar merupakan akibat kehamilan. Sedangkan susu yang keluar bukan karena kehamilan tidak masuk kategori hukum ini. Pengertian dari penyusunan adalah seorang anak menyusu pada dada seorang wanita. Namun jumhur ulama berpendapat jatuhnya keharaman pernikahan saudara sepersusuan karena susu yang telah sampai lewat jalan apapun di perut si anak.
Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa keharaman pernikahan saudara sepersusuan karena penyusuan dari dada seorang wanita.
Pengertian dari ASI adalah susu yang mengalir dari dada seorang wanita yang terdapat pada tubuhnya. Semua ini terjadi karena kehendak Allah. Sehingga, makan yang berbentuk susu itu mengalir ke mulut si bayi.
Sehingga makanan yang bukan berbentuk susu tidak memiliki konsekwensi keharamn pernikahan saudara sepersusuan. Jika air susu itu tidak murni lagi, seperti dimasaknya, maka tidak memiliki konsekwensi keharaman pernikahan saudara sepersusuan.
Jika susu si wanita tidak sampai di perut si bayi, maka tidak memiliki konsekwensi keharaman pernikahan saudara sepersusuan. Demikian juga jika si bayi memperoleh susu lewat suntikan maka hal ini tidak memiliki konsekwensi hukum radha’ah(susuan).

4.     Hukum Dari Bank Susu Modern
Sebagaimana telah diberitahukan di dalam surah al-Nisa (4) ayat 23, pernikahan dilarang di antara seorang dengan saudara sepersusuan, karena saudara sepersusuan adalah sama dengan saudara kandungnya sendiri. Persoalan sama dengan saudara kandungnya sendiri ini menjadi penyebab perkawinan mereka itu dilarang. Namun sayang pada masa modern ini, ada peningkatan usaha membentuk bank susu, tidak hanya di Eropa dan Amerika, melainkan di beberapa negeri Islam.
Maraknya penjualan ASI secara bebas di luar negeri sangat membuat kita miris. Bahkan yg sangat memprihatinkan adalah animo masyarakat luar sana menyambut keadaan ini dengan biasa-biasa saja. Hingga posting ini diturunkan pun kita juga tau ada suatu cafe yg menyajikan menu khusus yaitu es krim ASI. Sungguh ironis bila kita melihat ASI dijual bebas.
Bagaimana seandainya kalau kita ambil contoh begini : Ada sepasang muda-mudi yg sedang memadu tali cinta (pacaran), kemudian sepasang kekasih tersebut datang ke cafe itu dan menikmati es krim ASI. Sangat dimungkinkan ASI tersebut berasal dari “ibu” yg sama, karna dari pihak cafe pun kemungkinan besar menampung jadi satu dari semua ASI yg didapat dari “ibu-ibu” sebagai sumbernya. Setelah itu, sepasang muda-mudi itu secara gk langsung menjadi saudara sepersusuan.
          Dengan bank bank susu modenr, semua bayi yang baru lahir diberi ASI dari bank susu itu. Hal ini menyebabkan mereka masuk ke dalam kategori saudara sepersusuan. Baik laki-laki maupun perempuan. Setelah anak-anak itu dewasa, ada kemungkinan mereka menikah satu sama lain., padahal sesungguhnya mereka saudara sepersusuan tanpa diketahui hubungan persaudaraan itu. Perkawinan semacam itu tidak hanya diharamkan dalam Islam, melainkan bahkan dalam agama-agama lain juga diharamkan. Nabi SAW, bersabda sebagai berikut :
نعم، الر ضا عة تحرم ما تحرم الو لا دة
Benar, persusuan mengharamkan perkawinan seperti haramnya persaudaraan darah” (HR.Bukhari)









BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.     Hukum islam mengharamkan menikah karena sebab hubungan persusuan,mencakup keharaman menikahi wanita yang menyusui,anak kandung, cucu, ibu, ayah, dan nenek dari wanita yang menyusui, juga haram pula terhadap menikahi saudara sepersusuan dan adik-adik saudara sepersusuan.
2.     Seberapa kadar susu yang diminum oleh anak hingga menjadi hubungan susuan menurut Imam Malik  dan Abu Hanifah seberapapun banyaknya jika minumnya dibawah umur dua tahun maka terjadi hubungan susuan,menurut Jumhur ulama lebih dari lima kali susuan,menurut Ulama Syiah tidak lebih dari  lima belas kali susuan.
3.     Usia anak yang menyusu menurut Jumhur Ulama  anak yang menyusu adalah dibawah umur dua tahun, begitu pula lah terhadap pendapat Imam Abu Hanifah, sedangkan  menurut Ulama Zhahiriy anak yang menyusu diatas dua tahun bahkan sudah dewasa pun juga mengakibatkan hubungan persusuan.
4.     Adanya bank susu yang sudah marak di negara-negara internasional bahkan negara islam, telah menjadi suatu kebiasaan jika anak yang baru lahir diberikan ASI dari Bank Susu. Jelas ini termasuk diharamkan melakukan telah  pernikahan karena mereka telah terikat dengan saudara sepersusuan.





B.   Saran
  Banyak sekali faedah yang dapat diambil dari aktifitas menyusui anak. ASI merupakan susu yang telah steril. Hal ini telah diakui oelh dunia kedokteran. Kedokteran modern mengatakan bahwa tidak ada susu yang sebaik ASI. Selain dari manfaat ASI , ada lagi manfaat lainnya. Aspek kejiwaan misalnya. Dengan menyusui, seorang ibu telah menanamkan rasa kasih sayang, suka cita, dan bahagia pada anaknya. Dari sinilah , menyusui seorang anak menjadi bagian dari kebiasaan para ibu. Hingga ketika seorang ibu tidak mengelurkan ASInya berinisiatif untuk mencari ASI dari wanita lain hingga menimbulkan hubungan persusuan.
Keharaman pernikahan saudara persusuan dimaksudkan untuk menghilangkan kesulitan disebagian keadaan yang ditemukan antara anak yang menyusu dengan saudara sepersusuannya. Yang kemudian ada pertalian nasab yang seharusnya dipahami betul oleh masyarakat hingga tak ada keraguan dalam melakukan proses pernikahan. Kami berharap semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah wawasan kita mengenai pentingnya mengetahui hubungan nasab dalam persusuan yang jelas telah diharamkan oleh Syariat Agama Islam.











5 komentar:

  1. ada sitasi atau rujukan pustakanya tidak mengenai penelitian tsb?

    BalasHapus
  2. Koreksi untuk kalimat berikut :
    (2 paragraf terakhir sebelum BAB IV)

    "Bagaimana seandainya kalau kita ambil contoh begini : Ada SEPASANG MUDA-MUDI yg sedang memadu tali cinta (pacaran), kemudian sepasang kekasih tersebut datang ke cafe itu dan menikmati es krim ASI. Sangat dimungkinkan ASI tersebut berasal dari “ibu” yg sama, karna dari pihak cafe pun kemungkinan besar menampung jadi satu dari semua ASI yg didapat dari “ibu-ibu” sebagai sumbernya. Setelah itu, sepasang muda-mudi itu secara gk langsung menjadi saudara sepersusuan."


    "SEPASANG MUDA-MUDI" di sini maksudnya kan
    SUDAH DEWASA (lebih dari umur 2 tahun Hijriyah)....

    Saudara sepersusuan kah ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo mnurut sya itu sudah tidak termasuk lg, kenapa? Hanya bayi yang belum berusia dua tahun saja yang menimbulkan kemahraman. Sedangkan bila bayi yang menyusu itu sudah lewat usia dua tahun, maka tidak menimbulkan kemahraman. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah 233 ; Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan juga berdasarkan hadits nabi SAW : Tidak ada penyusuan (yang mengakibatkan kemahraman) kecuali di bawah usia dua tahun. (HR. Ad-Daruquthny).

      Hapus
  3. Saudara sepersusuan kah pasangan MUDA-MUDI tsb ???

    BalasHapus
  4. saya pernah disusui 1x tante saya dan dia memiliki anak laki" dan sekarang kita sudah dewasa dan saling jatuh cinta, apakah diperbolehkan untuk menikah atau diharamkan? terimakasih

    BalasHapus